January 28, 2011

REVIEW: THE WAY BACK




































Their escape was just the beginning.”

Kualitas Peter Weir sebagai sutradara memang sudah tidak perlu diragukan lagi, beberapa film yang pernah digarapnya seperti Dead Poets Society (1989), Fearless (1993), The Truman Show (1998), dan Master and Commander: The Far Side of the World (2003) tentu merupakan sebuah bukti nyata yang kuat. Kali ini dengan karya terbarunya, Peter Weir membuktikan bahwa ia adalah salah satu sutradara jempolan! Saya suka sekali dengan film ini, tampaknya tidak ada kekurangan yang signifikan di mata saya. Saya pribadi tidak merasa bosan, nmun untuk penonton lain durasi 133 menit mungkin akan terasa lumayan panjang.

Deretan pemain dalam The Way Back juga bukan sembarangan, lihat saja ada Jim Sturgess, Collin Farrell, Ed Harris, Mark Strong, dan Saoirse Ronan. Seperti yang saya sebutkan diatas, penampilan Collin Farrel dengan aksen Russia dalam film ini sungguh memukau meskipun hanya muncul beberapa saat. Begitu juga dengan Jim Sturgess yang membuat saya kaget dengan aksen Polandia yang terasa seperti asli, padahal Sturgess adalah orang Inggris. Hebat! Trademark Sturgess sebagai pria romantis dalam film drama musikal Across the Universe (2007) sepertinya sudah hilang. Disini ia malah terlihat garang sekali. Sedikit disayangkan mengapa porsi Collin Farrell sangat sedikit dalam film ini, padahal penampilannya boleh dibilang paling menonjol dibandingkan para pemain yang lain meskipun semuanya juga bagus-bagus sekali.

Film ini dimulai dengan setting Perang Dunia II, dimana seorang warga negara Polandia bernama Janusz (Jim Sturgess) yang dikirim ke Gulag di Siberia setelah istrinya disiksa dan dipaksa oleh tentara Rusia untuk menjadi saksi bahwa sang suami benar adalah seorang pemberontak atau mata-mata. Gulag adalah semacam tempat yang khusus dibuat untuk dihuni para pemberontak pada zaman itu, dikelilingi kawat berduri dan berada di daerah yang terisolasi. Sekeliling Gulag terdapat gunung es dan hutan yang dihuni binatang buas. Janusz dan yang lainnya dipaksa berkerja dan diberi makan seadanya, satu kamar tidur dihuni puluhan orang yang soon-to-be-dead. Janusz yang tidak bersalah dan yakin bahwa istrinya telah disiksa akhirnya memutuskan untuk mengambil sebuah keputusan besar, yakni melarikan diri dari Gulag. Bersama beberapa orang teman yang senasib, mereka membuat berbagai rencana untuk kabur dengan berjalan kaki sejauh 4000 mil dari pegunungan Siberia menuju India untuk mencapai kebebasan.

Jalan cerita yang terinspirasi dari kisah nyata juga merupakan sebuah nilai lebih dalam film ini, saya sangat menyukai sebuah film yang optimis dan menurut saya The Way Back merupakan sebuah film yang memperlihatkan sebuah nilai perjuangan dan pantang menyerah. Melihat bagaimana Janusz dan teman-teman berjuang kabur dari Gulag melewati berbagai macam rintangan yang ada namun tetap tidak putus asa sangat membuat saya bersemangat. Saya tidak bosan melihat mereka berjalan dari satu tempat ke tempat lain, lebih tepatnya saya malah menikmati proses setapak demi setapak tersebut.

Sinematografi dan pemandangan dalam film ini juga sungguh amat menakjubkan. Kita diperlihatkan pemandangan indah (sekaligus menakutkan) mulai dari gunung es di Siberia, sampai gurun pasir di Mongolia, keindahan tembok Cina, Tibet, sampai India. Luar biasa! Timmake-up juga melakukan pekerjaan yang fantastis karena para pemain disini memang terlihat seperti para backpacker yang lusuh dan kecapaian akibat berjalan sangat jauh (4000 mil!!!), berbagai keluhan sepertihyportemia, dehidrasi, kelaparan, terbakar sengatan matahari dan lainnya juga divisualisasikan ke para aktor dengan amat meyakinkan.

Saya merekomendasikan film ini kepada para pembaca blog. Pertama, karena memang saya tidak menyangka kalau The Way Back akan ditayangkan di Indonesia, apalagi bersamaan dengan tanggal rilisnya di Amerika, karena jalan cerita dan para pemain dalam film ini bisa dibilang mungkin tidak terlalu familiar atau kurang komersil disini. What a surprise! Kedua, karena memang saya pribadi sangat menyukai film ini dan menurut saya film ini memiliki banyak nilai-nilai baik yang bisa kita ambil. Saya malah merasa durasinya kurang panjang! :)




January 27, 2011

REVIEW: BURLESQUE






































“Well, welcome to Wonderland.”

Membuat film musikal yang sukses tidaklah mudah, menurut sayaBurlesque pun masih belum seberhasil Grease (1978), Moulin Rouge (2001), dan Hairspray (2007), misalnya. Hal ini dikarenakan jalan cerita yang ditawarkan sangat cliché dan predictable. Jadi kalau ingin menontonBurlesque, jangan berharap akan menonton sebuah film yang bagus, tapi lebih seperti menonton sebuah konser yang bagus saja.

Sutradara Burlesque, Steve Antin, sebelumnya lebih sering menggarap video klip musik. Maka tidak heran kalau beberapa scene dalam film ini membuat saya merasa sedang menonton sebuah video klip musik. Bukan hal yang buruk, karena ini adalah film musikal. Tata panggung, pencahayaan, kostum, make-up, serta koreografi benar-benar manawan dan dijamin membuat kita tidak bosan melihat berbagai lagu yang disuguhkan. Rata-rata hampir semua lagu dalam ini enak didengar.

Ali (Christina Aguilera) adalah seorang gadis dari kota kecil yang bekerja sebagai waitress di sebuah cafe sederhana. Ia memiliki kemampuan bernyanyi serta menari yang luar biasa. Suatu hari Ali memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya yang tidak menjajikan tersebut dan nekad menuju Los Angeles guna mengejar impiannya sebagai penyanyi. Tidak sengaja ia melihat The Burlesque Lounge milik Tess (Cher) dan sangat tertarik dengan tempat itu. The Burlesque Lounge adalah sebuah loungeyang menyajikan pertunjukan tarian dengan panggung megah danlighting menawan. Dengan dibantu oleh Jack (Cam Gigandet), salah seorang bartender disana, Ali mendapat pekerjaan sebagai waitress. Namun ketika Tess dan asistennya Sean (Stanley Tucci) membuka audisi untuk penari baru, Ali tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan berhasil memukau mereka. Tidak hanya memberikan performa terbaik, Ali juga membantu Tess mempertahankan lounge kesayangannya itu.

Sudah jelas bahwa Christina Aguilera bisa bernyanyi dan menari dengan sangat baik, namun pertanyaannya adalah apakah ia juga bisa berakting? Jawabannya, belum. Akting Aguilera dalam film ini terasa kaku dan dibuat-buat. Namun saya sebagai penonton cukup maklum mengingat ini adalah debut film pertamanya. Beruntung, suara dan lagu yang dinyanyikannya dalam film ini enak untuk dinikmati, sehingga kualitas akting yang dibawah rata-rata itu paling tidak jadi sedikit tersamarkan.

Seperti yang sudah saya jabarkan diatas, faktor kelebihan dalam film ini adalah kualitas vokal Cher dan Christina Aguilera. Dua penyanyi beda generasi ini tampil memukau dalam setiap scene nyanyian yang ada. Hampir semua lagu dalam film ini asik untuk dinikmati, favorit saya pribadi ada dua yaitu “Show Me How You Burlesque” – Christina Aguilera dan “You Haven’t Seen the Last of Me” – Cher. Akting Cher juga bagus dan terlihat sangat menghayati sewaktu menyanyikan lagu favorit saya tersebut.

Para pemeran pendukung mencuri perhatian lebih baik dibanding Aguilera, terlebih Stanley Tucci. Dalam setiap kehadirannya dalam film ini, Tucci pasti mencuri perhatian penonton. Begitu juga dengan Eric Dane yang banyak dikenal orang sebagai Dr. Mark Sloan dalam serial Grey’s Anatomy. Cam Gigandet, Kristen Bell, dan Peter Gallagher lumayan baik kualitas aktingnya, apalagi kalau dibandingkan dengan Aguilera. Hehehe..

Burlesque menurut saya tidak jelek, cukup menghibur dengan nyanyian dan tarian yang memanjakan telinga dan mata. Para pria tentunya akan lebih ‘dimanja’ lagi dengan penampilan wanita-wanita super sexy dalam film ini. Kekurangannya hanya ada pada akting Christina Aguilera yang belum terlalu bagus, kualitas aktingnya masih harus diasah lagi agar lebih luwes dan meyakinkan. Plot cerita yang standar tentunya juga menjadi nilai minus, kalau didampingi dengan cerita yang lebih tidak pasaran pasti Burlesque akan memiliki rating yang lebih baik lagi.

Film musikal memang tergantung selera individu masing-masing. Saya termasuk orang yang lumayan menikmati tontonan musikal, jadi saya merasa lumayan terhibur menonton film ini. Sekarang tergantung selera anda, apakah anda menyukai film musikal? Kalau tidak, lewatkan saja film ini. Tapi kalau anda fans Cher atau Christina Aguilera tentu harus nonton.





January 20, 2011

REVIEW: LITTLE FOCKERS



































Jack Byrnes: I’m watching you.
Greg Focker: I have eyes too, so I’ll be watching you… watching me.

Saya masih ingat bagaimana saya sangat menyukai ‘Meet The Parents’ (2000) yang menurut saya adalah salah satu contoh komedi sukses yang menghibur. Sekuelnya, ‘Meet The Fockers’ (2004) memang mengalami penurunan kualitas, namun tetap bisa dinikmati sebagai tontonan hiburan. Pada sekuel ketiga kali ini, kursi sutradara bukan lagi diduduki oleh Jay Roach yang tampaknya kemarin-kemarin sedang sibuk dengan‘Dinner for Smucks’. Paul Weitz (American Pie, About a Boy) lah yang menggantikan posisi tersebut.

Sepuluh tahun telah berlalu, Greg Focker (Ben Stiller) dan istrinya Pam(Teri Polo) serta sepasang anak kembar mereka kini telah berkeluarga dengan tenang yang jauh dari mertua masing-masing. Namun menjelang ulang tahun si kembar Henry (Colin Baioochi) dan Samantha Focker(Daisy Tahan), seluruh keluarga besar tentunya akan berkumpul pada pesta perayaan ulang tahun tersebut, termasuk ayah mertua Greg yang memang ‘kurang cocok’ dengannya. Kedatangan ayah Pam, Jack Brynes(Robert De Niro) membawa malapetaka ‘lagi’ bagi Greg, mulai dari tuntutan Jack agar Greg menjadi kepala keluarga yang baik sampai-sampai kecurigaan Jack pada rekan kerja Greg yang sangat cantik, Andi Garcia (Jessica Alba). Jack pun rela menjadi mata-mata demi mengungkap dugaan perselingkuhan yang ia yakini tersebut. Lain lagi dengan Bernie (Dustin Hoffman), ayah Greg, yang malah sedang keranjingan belajar tari Flamenco sampai ke Spanyol!

Ben Stiller memang jagoannya film komedi, melihat tingkahnya dalam film ini tentu ampuh membuat saya tertawa. Memang ada beberapa lelucon dalam scene yang kesannya berlebihan, namun terus terang saya masih sedikit terhibur menonton film ini. Mungkin juga karena sebelumnya saya sudah membaca review film ini yang rata-rata berisi caci maki, jadi ketika tadi menonton sudah tidak ada lagi ekspektasi bahwa filmnya akan sebagus film pertama atau paling tidak film keduanya. Ternyata tidak seburuk yang saya kira.
Penampilan Robert De Niro dalam film ini betul-betul jempolan. Setiap kali ia muncul di layar, saya pasti langsung tersenyum. Lucu saja rasanya dengan umur De Niro yang sudah ‘kakek’ tapi masih bisa berakting konyol dan kocak seperti itu. Begitu pula dengan Dustin Hoffman disini, setali tiga uang. Tumbs up for them! Ohh yaa..penampilan sekilas dari si cantik Jessica Alba juga tentu akan membuat para penonron pria ‘semriwinggg’.

Sayangnya, ditangan Weitz entah kenapa lelucon dalam ‘Little Fockers’ malah terkesan terlalu ‘lebay’ dan formula yang dipakai bisa dibilang hampir sama dengan film-film sebelumnya. Tidak ada sesuatu yang fresh disini (meskipun beberapa masih membuat saya terhibur). Namun, plot cerita memang sangat terasa dibuat seadanya saja dan seperti dipanjang-panjangkan. Mungkin ada baiknya kalau franchise ini berhenti disini.




January 18, 2011

REVIEW: THE AMERICAN



































"Don't make any friends, Jack."

Poster film ini memang menipu! Anda pasti akan mengira bahwa ini sebuah film action dengan adegan baku tembak yang menegangkan sepanjang film. Ternyata bukan, ini bisa dibilang sebuah drama yang diberikan sedikit bumbu aksi. Tidak ada suasana yang terlalu intens dalam filmnya. Dialog pun minim, musik juga terasa mendayu-dayu. Jadi apabila anda mengharapkan sebuah film action pastinya akan kecewa.

Ini juga bukan film yang bisa dinikmati semua orang. Sebagian akan suka sekali dengan film ini, sebagian lagi akan mencaci maki karena tidak mengerti dan bosan setengah mati. Anda termasuk bagian yang mana? Menurut saya, kalau anda tidak suka dengan film ber-plot lambat atau memang sedang ingin menikmati film action super seru, ada baiknya lewatkan saja film ini.

Jack (George Clooney) adalah seorang pembunuh dan pembuat senjata professional yang mempunyai nama samaran Edward atau Eduardo. Selama ini ia terbiasa hidup menyendiri. Setelah tugasnya di Swedia selesai dan berakhir tragis, ia mendapatkan sebuah tugas 'terakhir' dari sang atasan, Pavel (Johan Leysen), untuk membuatkan senjata kepada seorang wanita misterius bernama Mathilde (Thekla Reuten) di daerah pedalaman Italia. Jack pun selalu diingatkan oleh Pavel untuk tidak berteman dengan siapa pun, karena kondisinya yang memang tidak memungkinkan untuk bersosialiasi. Namun, di tempatnya kali ini Jack malah berteman dengan seorang pastor bernama Father Benedetto (Paolo Bonacelli) dan menjalin hubungan asmara dengan seorang pekerja seks lokal, Clara (Violante Placido). Saat Jack merasa ia telah siap untuk keluar dari pekerjaan gelap yang dijalaninya saat ini, ia malah dihadapkan pada situasi menegangkan yang dapat mempertaruhkan nyawanya.

'The American' memiliki sinematografi yang luar biasa indah. Hal ini mungkin didapat dari gaya sang sutradara Anton Corbijn yang memang adalah seorang top photographer. Semua sudut pengambilan gambar terasa sangat detil dan artistik dari mulai awal sampai akhir film. Belum lagi ditambah suasana pemandangan pedalaman Italia yang menurut saya sangat eksotis. Para pria tentunya juga akan menikmati pemandangan lain yaitu wanita-wanita sexy Italia yang di ekspos habis-habisan disini.

Penampilan George Clooney disini juga menurut saya merupakan salah satu penampilan terbaiknya selama ini. Aktingnya terasa sangat matang dan meyakinkan. Menurut saya Clooney memiliki banyak kelebihan dari wajah tampannya yang semakin tua malah semakin sedap dipandang mata, di satu sisi ia bisa terlihat konyol dan lucu, namun di sisi lain ia bisa juga terlihat seperti agen FBI atau mafia kelas kakap, sisi lainnya lagi ia juga bisa menjadi seorang yang kesepian dan menderita seperti dalam film ini. Wajah Clooney menyimpan berbagai macam karakteristik.

Meskipun judulnya bernuansa Amerika, namun nuansa Eropa, terutama Italia, malah yang sangat terasa dalam film ini. Sebagian pemainnya adalah para pemain asal Italia, lokasi pengambilan gambar juga di Italia. Maka tidak heran kalau saya yang memang menyukai film-film Eropa juga langsung menyukai 'The American'. Bagi yang sudah terbiasa menonton film-film Eropa pasti tidak akan kaget, malah akan menikmati plot cerita yang berjalan lamban tapi emosional ini. Selamat menonton! :)





January 13, 2011

REVIEW: LET ME IN



































Owen: Are you a vampire?
Abby: I need blood to live.

Film ini merupakan sebuah adaptasi dari film horror sukses asal Swedia 'Let The Right One In' (2008) karya Thomas Aldredson. Kali ini sang sutradara Matt Reeves (Cloverfield) dinyatakan banyak pihak berhasil membuat sebuah adaptasi yang baik dan setia pada versi aslinya. Saya sendiri belum menonton 'Let The Right One In', jadi saya tidak bisa berkomentar tentang hal tersebut. Namun, terus terang saja yang awalnya membuat saya sangat tertarik untuk menonton adalah pasangan pemeran utama dalam film ini, Chloe Moretz dan Kodi Smit-McPhee! Saya suka keduanya, menurut saya dua aktor cilik yang beranjak remaja ini karirnya di Hollywood akan bertambah cemerlang tahun demi tahun. Dari segi cerita menurut saya 'Let Me In' bisa dibilang berbeda dari horror kebanyakan. Sisi romantika sangat kental disini, jadi penonton tidak akan terlalu ditakuti tapi disuguhkan sebuah jalan cerita yang lebih berbobot untuk ukuran horror.

Bertempat di sebuah kota kecil di New Mexico pada sekitar tahun 1983. Owen (Kodi Smit-McPhee) adalah seorang anak laki-laki yang hanya tinggal berdua dengan ibunya di sebuah kompleks apartemen sederhana. Ibu dan ayahnya sedang berjuang melalui perceraian yang buruk. Di sekolah nasib Owen lebih buruk, Kenny (Dylan Minnette) dan gerombolannya selalu mengganggu Owen, bahkan dengan cara yang keterlaluan. Mungkin dengan apa yang dialaminya di rumah dan sekolah, Owen tumbuh menjadi bocah yang sedikit 'aneh'. Tiba-tiba Owen kedatangan tetangga di apartemennya, seorang gadis seumurannya bernama Abby (Chloe Moretz) yang pindah ke tempat itu bersama ayahnya (Richard Jenkins). Abby juga tak kalah aneh dengan Owen, ia mempunyai bau khas yang menurut Owen 'lucu', ia juga lebih sering muncul pada malam hari; itu pun tanpa mengenakan alas kaki. Mungkin karena sama-sama 'aneh', dengan cepat Owen dan Abby menjadi akrab satu sama lain. Namun semakin berjalannya waktu, Owen menyadari kalau teman barunya ini bukanlah manusia biasa, ia pun sadar betul kalau perasaannya pada Abby yang sudah mulai bertambah kuat ini sangat mungkin akan mengancam nyawanya.

Tentu bukan spoiler kalau saya mengatakan kalau Abby adalah vampire. Kebanyakan orang pasti ingin menyaksikan 'Let Me In' dengan harapan akan menyaksikan sebuah film horror tentang vampire yang menegangkan. Saya hanya ingin memperjelas, 'Let Me In' memang lumayan menegangkan, tapi ini tidak seperti film horror yang biasanya. Jalan cerita sangat diperhatikan dan sisi romantisme sangat terasa disini, sehingga kalau anda mengharapkan banyak dikagetkan dan akan takut setengah mati pastinya anda akan kecewa. Film seperti ini bukanlah film favorit saya, karena entah kenapa menurut saya tema ceritanya agakcheesy. Tapi saya tetap memberikan jempol kepada dua bintangnya, Moretz dan Smit-McPhee yang tampil sangat baik dalam film ini. Setelah terakhir tampil sangat mengesankan sebagai Hit Girl dalam film 'Kick-Ass' (2010), Moretz tampil apik lagi dalam film ini. Begitu juga dengan Smit-McPhee yang terakhir kalau saya sangat terkesan dengan aktingnya yang luar biasa dalam 'The Road' (2009). Menurut saya mereka adalah kombinasi yang sempurna dalam 'Let Me In', yang berhasil membuat saya sebagai seseorang yang kurang menyukai genre seperti ini pun paling tidak masih bisa menikmati dari awal hingga akhir film. Intinya, film ini bukanlah film vampire biasa. Hehehe..





January 1, 2011

JAGOAN MOVIES: 10 BEST MOVIES 2010



















1. Inception (Christopher Nolan) - This movie for me is another masterpiece from Nolan that has the capacity to blow people away. All cast gave a very strong performances. The cinematography is world class and where effects are used, they are absolutely superb. This film will keep you thinking even after leaving the movie theater. The overall plot may seem confusing and complex, but it adds to its uniqueness. One of those film that you have to watch twice or even a dozen times to get that wonderful experience!


















2. The Social Network (David Fincher) - This is what you called a genius script! The script from Aaron Sorkin is very rich and witty. The dialog here is too deep and the tempo of the dialog is too fast, it is not very easy to understand but it was overwhelming and amazing. Jesse Eisenberg goes beyond the level of what is usually expected of him. He stole the show! No questions about the director, David Fincher is clearly one of the best director these days. If this movie were a Facebook page, I would click “LIKE”.


















3. Kick-Ass (Matthew Vaughn) ­- Ohh..I loveee every single moment of the film and found most of the humor very funny. This movie is super fun and exciting just like riding a roller-coaster! It is violent, funny, and shocking at the same time but above all it is utterly entertaining! Everything was good; the story, the acting, and the music was just outstanding. From start to finish, it is loaded with enough action and humor. Some scenes may be controversial, but Kick-Ass breaks the mound in superhero movies.



















4. Toy Story 3 (Lee Unkrich) - Such good and fascinating animation and story, making this the best animated film of the year. With a great ending that made me tear a little but it is touching and it makes you think. Toy Story is definitely my favourite animation and to me this was the best of the trilogy. Pixar has done it again! This was a fantastic finish to a wonderful story. Thank you Pixar, simply thank you.


















5. Black Swan (Darren Aronofsky) - Black Swan offers plenty of drama, plenty of thrilling moments, and plenty of sexiness. The story is more complicated than you think. Aronofsky brought an element of fear that not often explored in modern films; psychological fear. It keeps you guessing until the very end. Natalie Portman finally gets the recognition she deserves, her star has finally reached the top! After watching this movie I realized that: ‘Life is full of pressure’ and ‘Nobody is perfect’ . Yes, it is.


















6. The Kids Are All Right (Lisa Cholodenko) - Even though the story is relatively simple, the emotions and the evolutions from the characters impulse it on a realistic way without manipulating our feelings. Bening and Moore both are really great. Their performances are daring and subtle convincingly persuasive in every gesture and expression. The script is also excellently well-crafted. It is not an extraordinary film, but it is a spectacular and visually stunning romantic comedy.


















7. Mother and Child (Rodrigo Garcia) - This is a well written and directed film. It is an amazing character study and makes you think about life, love, and relationships. Sad at the beginning, but manages to end on a happy note that feels genuine. Astonishing great performances from all cast, especially Annette Bening. Powerful and emotional drama.



















8. Buried (Rodrigo Cortes) - One of the most terrifying, disturbing, and nightmarish thrillers this year. All done with no flashy special effects and editing, no overblown action sequences and music, no pretty faces and bodies in sight. Just a man, a box, and a plenty of thrills. This film is not for everybody, especially a claustrophobia. Buried is original with a genius script from Chris Sparling and so far the best performance from Ryan Reynolds, should I say more?


















9. The Ghost Writer (Roman Polanski) - It is a suspense thriller with heavy political references. It grasps my attention from the very first scene and never let me go until the end credits are over. The plot is fairly slow and also the suspense build very slowly but very surely and not boring by any means. Far better than most of the political thrillers of recent times. Ewan McGregor is very convincing and really carries the movie, one of his best performance.


















10. Scott Pilgrim vs. The World (Edgar Wright) - I didn’t really like the film when I first watched it. But then, after I read the comics, DANG! Edgar Wright really takes comic-book adaptation to a whole another level! The visual effects and soundtracks were superb! Absolutely a unique experience, everything in this movie happens so fast and one blink is enough to lose information. Nerdiest movie eveeer!