April 29, 2010

REVIEW: DATE NIGHT





































"One ordinary couple. One little white lie."

Steve Carell dan Tina Fey adalah dua komedian yang sudah tidak perlu diragukan lagi eksistensinya. Simak saja The Office dan 30 Rock, dalam kedua serial televisi tersebut mereka sudah menunjukkan kualitasnya masing-masing dalam memerankan peran komedi. Kali ini sutradara Shawn Levy yang pernah membuat The Pink Panther, Night at the Museum 1-2, Cheaper by the Dozen, dan lain-lain kembali membuat sebuah film komedi yang memasang kedua nama tadi kedalam satu frame. Sebuah ide yang amat brilian. Pastinya para fans Steve Carell dan Tina Fey sudah pasti akan menyaksikan film ini dengan antusias. Apalagi Date Night juga memiliki sederetan cameo terkenal seperti Mark Walhberg, Mark Ruffalo, James Franco, Taraji P. Henson, Mila Kunis, dan Leighton Meester. Menarik sekali!

Date Night bercerita tentang sepasang suami istri asal New Jersey, Phil (Steve Carell) dan Claire Foster (Tina Fey) yang telah menikah selama beberapa tahun dan sudah memiliki dua orang anak. Sehari-hari mereka selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan tidak terlalu memikirkan tentang keintiman hubungan mereka lagi. Setiap kali sibuk, mereka hanya menyewa pengasuh (Leighton Meester) untuk menjaga anak-anak. Namun suatu hari mereka mendapat kabar bahwa sahabat mereka, Brad (Mark Ruffalo) dan Haley (Kristen Wiig) akan bercerai. Phil pun lalu tidak tinggal diam, ia membuat sebuah rencana dengan mengajak sang istri makan malam romantis di sebuah restoran mahal di Manhattan. Namun karena belum melakukan reservasi, mereka tidak mendapatkan meja disana. Tidak kehilangan akal, Phil berinisiatif untuk mengambil meja pesanan orang lain dengan berpura-pura menjadi keluarga Tripplehorns! Di tengah acara makan malam tersebut, ternyata Phil dan Claire didatangi oleh dua orang yang tidak mereka kenali. Ternyata dua orang tersebut bersejata dan datang ke restoran itu untuk mencari keluarga Tripplehorns guna mengambil kembali sebuah barang penting. Naas benar nasip Phil dan Claire, karena sekarang mereka lah yang dikejar-kejar hanya karena iseng mengambil meja milik keluarga Tripplehorns.

Menurut saya, Date Night adalah sebuah film yang menghibur. Sebuah film ringan yang memang bertujuan untuk membuat tertawa para penonton. Jalan ceritanya sendiri tidak istimewa, hanya kejar-kejaran sepanjang film. Namun tidak perlu memperdulikan ceritanya, tonton saja lelucon-lelucon yang ada dalam film ini. Memang sepertinya lelucon di film ini terasa kurang maksimal, akan tetapi ada beberapa lelucon yang memang benar-benar lucu sampai membuat saya tertawa terbahak-bahak. Tunggu sampai adegan mobil tersangkut dengan taxi, saya jamin 100% anda akan tertawa sekencang-kencangnya! Tidak rugi menonton Date Night, paling tidak akting dua pemeran utama di film ini tidak mengecewakan. Para cameo yang hanya tampil 'numpang lewat' juga menurut saya pas dengan porsinya. Scene Mark Walhberg menurut saya benar-benar konyol dan dapat membuat tersenyum. Scene sewaktu ada James Franco dan Mila Kunis juga merupakan salah satu scene favorit saya, meskipun hanya tampil sekitar 5 menit namun penampilan James Franco dapat dikatakan bagus. Sepertinya memang James Franco ada bakat untuk melawak, tonton saja Pineapple Express! Overall, Date night is quite entertaining, just watch it for fun guys! :)





April 23, 2010

REVIEW: THE ROAD





































"When you dream about bad things happening, it means you're still fighting and you're still alive. It's when you start to dream about good things that you should start to worry."

The Road bercerita tentang masa post-apocalyptic, dimana dunia terlihat sudah kian hancur dan menuju kearah kiamat. Film ini diangkat oleh sutradara John Hillcoat dari novel terkenal yang telah memenangkan Pulitzer karya Cormac McCarthy. Sekilas plot cerita The Road hampir mirip the The Book of Eli, yaitu tentang dunia yang sudah mulai usang dan tersisa manusia yang bertahan hidup. Akan tetapi kedua film ini merupakan film yang jauh berbeda. The Book of Eli mengandalkan sisi action dalam filmnya, namun The Road adalah sebuah film yang sangat suram tetapi juga sekaligus sangat menyentuh hati. Saya menyukai film ini.

Plot cerita hanyalah berkisar tentang seorang lelaki (Viggo Mortensen) dan anaknya (Kodi Smit-McPhee) yang berjuang untuk tetap hidup dikala kehidupan rasanya sudah tidak layak lagi. Tidak diceritakan lebih jauh tentang bagaimana dunia bisa sekacau itu, akan tetapi kita disajikan sebuah kisah perjuangan antara ayah dan anak yang saling membantu satu sama lain dikala halangan kian datang hari demi hari. Yang mereka pusingkan setiap hari hanyalah bagaimana caranya mencari makan agar tetap dapat bertahan hidup dan bagaimana kalau sepatu satu-satunya yang mereka pakai rusak. Ironis memang, tapi mungkin saja suatu saat hal tersebut dapat terjadi. Manusia lain yang kelaparan sudah memangsa sesama manusia untuk dijadikan makanan, kanibalisme menjadi sesuatu yang biasa dalam film ini. Saya sampai merinding.

Akting Viggo Mortensen patut diacungi dua jempol! Ekspresi dan pandangan matanya membuat kita seolah percaya akan apa yang sedang dialaminya dalam film ini. Aktor muda asal Australia, Kodi Smit-McPhee juga bermain luar biasa. Saya sudah pernah menyaksikan aktingnya dalam film Romulus, My Father (2007) yang juga bagus. Saya rasa, Kodi adalah seorang calon bintang besar. Kedua aktor senior-junior ini sangat cocok disandingkan dalam satu frame. Chemistry yang terjalin sangat terasa, sampai-sampai pada akhir film akting mereka berhasil membuat saya terharu hingga ingin menitikkan air mata. Sang sutradara juga berhasil membuat setting pemandangan suram yang sangat meyakinkan dengan warna kelam - cenderung abu-abu, setiap scene dalam film ini terlihat nyata. Penampilan sekilas dari Charlize Theron, Robert Duvall, dan Guy Pearce kian menambah poin plus. Ending film ini juga sangat realistis.

The Road mungkin bukan film yang tidak bisa diterima semua orang. Film ini cenderung dark, desperate, sad. Mungkin beberapa orang akan bosan dan keluar bioskop pada pertengahan film. Akan tetapi saya sangat menikmati film ini. Menurut saya film ini mengajarkan agar kita tidak mudah putus asa dalam segala cobaan yang sedang menimpa kita. Sebuah film yang berhasil membuat saya merenung sehabis menonton. Sebuah film yang penuh dengan harapan. One of my favorite movie.

The Boy: Are we gonna die?
The Man: We are not gonna quit. We are gonna survive this.




April 21, 2010

REVIEW: THE BOOK OF ELI




































"Religion is POWER."

Sebetulnya saya kurang suka menonton film yang terlalu religius, apalagi jika film tersebut lebih memihak pada satu agama tertentu. Saya termasuk orang yang sangat open-minded soal agama, saya merasa semua agama mempunyai intisari yang sama, yaitu menuntun manusia ke jalan yang benar. Maka saya tidak suka kalau ada suatu agama yang dianggap lebih benar diantara yang lainnya (meskipun agama tersebut adalah agama yang saya anut). Untungnya adegan action dalam film ini patut diacungi jempol. Saya tidak menyangka kalau Denzel Washington bisa terlihat seperti Jackie Chan versi Hollywood dalam film ini! Tipikal wajah dan pembawaan Denzel biasanya memang cocok dengan peran-peran melankolis namun tegas seperti dalam John Q atau Man on Fire.

The Boof of Eli bercerita tentang keadaan dunia sehabis perang yang telah meninggalkan esensi penting dalam kehidupan yaitu agama dan kepercayaan. Manusia yang tersisa itu hidup seenaknya, merampok, memperkosa, merebut barang milik orang lain. Pada masa ini diceritakan juga bahwa makanan dan minuman menjadi barang yang amat langka, semua diakibatkan karena tanas yang tandus dan kering. Kehidupan menjadi sangat tidak layak, untuk mandi pun mereka sulit. Bahkan shampoo yang sekarang kita anggap tidak terlalu penting saja menjadi barang yang luar biasa penting pada masa itu.

Lalu ada Eli (Denzel Washington), seorang pria pengelana yang sudah berjalan selama 30 tahun dengan membawa sebuah buku. Eli mengaku bahwa ia mendengar suara-suara yang menuntunnya membawa buku penting itu ke suatu tempat. Selama perjalanan, ia selalu saja dihadapkan dengan berbagai halangan. Yang terberat adalah ketika ia melintasi suatu kota kecil yang seolah dipimpin oleh Carnegie (Gary Oldman). Carnegie berkuasa di kota ini karena ia termasuk orang yang terkaya disana. Tidak disangka, ternyata Carnegie pun mencari sebuah buku penting yang belum ia ketahui keberadaannya. Sampai suatu saat ia mengetahui bahwa Eli membawa sebuah buku. Mulailah adegan kejar mengejar antara Eli dan Carnegie. Eli ditemani oleh Solara (Mila Kunis), seorang wanita dari kota kecil itu yang memutuskan untuk ikut dengannya.

Beberapa hal dalam film ini terasa menyindir umat manusia yang suka menyia-nyiakan sesuatu. Seperti kata pepatah, 'kita tidak akan merasa membutuhkan sesuatu sebelum kehilangan sesuatu'. Film ini mungkin mengajarkan kita tentang inti dari menghargai kepunyaan kita selagi bisa. Tapi jujur saja, film ini terasa konyol bagi saya. Eli ditugaskan oleh 'Yang Diatas' untuk menyelamatkan buku penting tersebut guna mengembalikan umat manusia ke jalan yang benar. Akan tetapi Eli membiarkan para perampok merampok dan memperkosa pejalan kaki, ia juga dengan gampangnya membunuh orang. Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, action scenes dalam film ini memang lumayan keren, tetapi saya tetap merasa tidak bisa menerima konsep film ini. Apalagi endingnya yang sangat amat tidak saya harapkan! Saya hanya mengagumi sinematografi film ini yang terbilang lumayan bagus, sedikit adegan action, akting Denzel Washington dan Gary Oldman, dan kecantikan Mila Kunis. Itu saja! Bagi yang sudah menonton, ditunggu komentarnya! :)





April 16, 2010

OUT NOW: cin(T)a ORIGINAL DVD FROM JIVE!


(Mas Bobby, Mas Tedjo, Tiko, Om Ronny, Saya, dan Mba Vina)

Beberapa hari yang lalu saya berhasil mendapatkan DVD cin(T)a gratis via twitter dari @JiveCollections. Jadi kemarin saya berkunjung ke kantor Jive Collections di daerah Patra Kuningan untuk mengambil DVD tersebut. Kebetulan salah seorang teman sesama movie blogger yaitu Tiko dari blog Labirin Film juga datang berkunjung kesana. Akhirnya kami pun mengobrol di kantor Jive Collections selama kurang lebih dua jam!

Kantor Jive Collections ternyata adalah sebuah rumah asri yang nyaman dan berpagar bambu, begitu sampai saya langsung dipersilahkan masuk oleh Mas Tedjo, salah seorang karyawan Jive Collections. Saya lalu diperkenalkan dengan direktur Jive Collections, Pak Ronny dan beberapa karyawan lainnya. Akhirnya dalam kesempatan itu saya pun akhirnya berkenalan secara langsung dengan Tiko, karena ini memang pertemuan pertama kami. Sebelumnya hanya sering mengobrol via blog atau twitter.

Menyenangkan sekali waktu yang saya lewatkan di kantor Jive Collections kemarin. Bayangkan saja, kami (re: saya dan Tiko) yang hanya 'anak bawang' dalam dunia perfilman atau bisa dibilang blogger film pemula malah disambut dengan sangat hangat oleh semua orang di Jive Collections. Bahkan kami disuguhkan 3 box Pizza lengkap dengan Coca Cola sebagai pelepas dahaga! Wahh..terima kasih banyak yaa Jive Collections! :)

Dua jam rasanya tidak terasa sudah terlewatkan begitu saja, mengobrol dengan Pak Ronny yang saya panggil dengan sebutan 'Om' terasa cepat dan menarik sekali. Beliau sangat ramah dan humoris. Mendengarkan kisah beliau sangatlah menyenangkan, mulai dari tentang suka dan duka dalam dunia pendistribusian DVD, serta kendala-kendala dari para pembuat DVD bajakan dan cara menanggulanginya, belum lagi kisah beliau dan teman-temannya dulu yang ternyata juga adalah seorang movie blogger. Dua jam yang sangat menginspirasi!

Senangnya, sudah saya dapat DVD cin(T)a gratis yang ada tanda tangan dari sang pemeran utama, Sunny Soon, lalu disuguhkan makanan dan minuman, dapat sambutan hangat, dan diluangkan waktu untuk mengobrol pula! Sungguh pengalaman luar biasa yang tidak akan saya lupakan. Terima kasih Jive Collections untuk kehangatan dan waktunya, semoga lain waktu bisa mengobrol lebih banyak lagi. Saya doakan semoga Jive semakin sukses!

cin(T)a sendiri merupakan sebuah film unik yang mengangkat tema yang jarang diangkat kedalam film Indonesia, menyentil masalah perbedaan agama dan bagaimana cara agar perbedaan itu menjadi satu. Saya sudah menonton film ini di Blitzmegaplex dulu dan sudah pernah mereview disini. Akan tetapi dulu saya terganggu dengan suaranya yang berisik sekali dan saya menebak-nebak apa penyebabnya, apakah dari Blitz atau memang dari filmnya sendiri. Ternyata setelah saya menonton DVD-nya tadi pagi, suaranya tidak berisik sama sekali. Bahkan lebih enak ditonton di DVD dibanding waktu saya menonton di bioskop dulu. Dialog-dialog cerdas yang menjadi kunci utama film ini jadi terdengar dengan jelas dan ada subtitle bahasa Indonesia juga.

Untuk teman-teman pembaca sekalian yang ingin membeli DVD cin(T)a sudah bisa dibeli langsung di toko-toko CD terdekat atau Gramedia yaa.. Hanya dengan Rp.59.000,- kamu sudah bisa mendapatkan DVD original dan bonus stiker + pembatas buku. Packaging Jive Collections juga bagus sekali untuk dipajang sebagai koleksi DVD kamu. Ada yang sudah pernah membeli DVD original keluaran Jive Collections belum? Apa pendapat kamu mengenai kualitasnya? Share yuk.. :)

April 10, 2010

REVIEW: BANGKOK TRAFFIC (LOVE) STORY (รถไฟฟ้า มาหานะเธอ)





































"The #1 local box office hit in Thailand in 2009."

Sebuah film yang sangat manis dan menghibur. Bangkok Traffic (Love) Story adalah film terlaris di Thailand tahun 2009 kemarin, bahkan film ini berhasil mengalahkan Phobia 2. Pertama kali mendengar judulnya saya langsung penasaran ingin menonton, apalagi setelah menonton trailernya di youtube, saya langsung tidak sabar menunggu jadwal penayangan film ini. Mengangkat sebuah kisah cinta modern yang romantis dengan balutan kota Thailand beserta beberapa kebudayaannya, film ini berhasil memberikan perasaan berwarna-warni sehabis menontonnya. Cocok untuk melepas penat karena filmnya memang sangat menghibur. Dari awal sampai akhir film anda akan terus dibuat tertawa, begitu sampai di akhir film anda akan dibuat tersenyum karena endingnya manis sekali.

Li (Sirin Horwang), seorang wanita berusian 30 tahun yang sedang kebingungan karena semua sahabatnya telah menikah. Hanya tinggal dirinya sendiri yang belum menikah, bahkan ia belum memiliki seorang kekasih! Lalu suatu hari secara tidak sengaja Li bertemu dengan seorang pria tampan bernama Lung (Theeradej Wongpuapan). Lung bekerja sebagai insinyur stasiun kereta api maka mereka pun sering bertemu disana. Li berusaha menarik perhatian Lung, sampai-sampai ia meminta tolong agar diajari tips-tips percintaan kepada temannya yang playgirl, Plern (Unsumalin Sirasakpatharamaetha). Namun saat semua keinginan Li sudah hampir terkabul, kenyataan tidaklah seindah yang dibayangkannya karena ternyata Lung sudah memiliki rencana sendiri yang tidak Li ketahui.

Beberapa bagian dalam film ini berhasil membuat saya tertawa terbahak-bahak. Saya tidak mau menyebutkan di bagian mana, tapi ada satu bagian yang menurut saya lucu sekali! Silahkan tonton sendiri. Memang lelucon disini ada yang terasa 'jayus' namun tetap asik untuk ditonton, lelucon khas seperti film Thailand yang lain. Entah kenapa menurut saya film Thailand memiliki selera humor yang hampir sama dalam setiap filmnya. Tidak ada ruginya menonton film ini karena dijamin anda akan terhibur. Bangkok Traffic (Love) Story menurut saya memiliki cerita simple yang tertata rapi, akting para pemeran utama yang baik, dan humor yang pas. Bagi para wanita ada poin tambahan lain, yaitu dapat melihat pemeran Lung yang amat tampan. Hihi..




April 7, 2010

REVIEW: WHEN IN ROME





































"All is fair in love and Rome"

Crap..crap..crap.. Begitulah kata-kata yang terngiang dalam pikiran saya ketika selesai menonton film ini. FYI, saya termasuk orang yang tidak anti dengan genre romantic comedy. Saya suka menonton genre ini, meskipun genre ini lah yang tidak pernah dianggap oleh para kritikus film. Well, saya bukan kritikus film bukan? Hehe.. Menurut saya menonton genre ringan seperti rom-com itu terkadang mengasyikkan, biasanya saya selalu terhibur sehabis menonton, meskipun keesokan harinya saya sudah tidak membicarakan filmnya lagi. Dengan harapan ingin disuguhkan sebuah film rom-com yang ringan nan menghibur, akhirnya saya memutuskan pergi menonton When in Rome. Ohh tidaaak, ternyata film ini tidak berhasil menghibur saya! Lelucon dalam film ini sangat jayus dan tidak orisinil. Memang ada beberapa bagian yang membuat saya tertawa, tetapi itu pun dengan terpaksa.

When in Rome bercerita tentang seorang wanita muda bernama Beth (Kristen Bell) yang sangat sibuk dan mencintai pekerjaannya. Ia tidak terlalu mengurusi masalah percintaan karena sudah terlalu sering disakiti. Suatu hari ia mendapat kabar bahwa sang adik akan menikah di Roma. Disana ia berkenalan dengan Nick (Josh Duhamel) yang berhasil menarik perhatiannya. Ketika sedang mabuk, Beth mengambil lima koin dari Fountain of Love atau air mancur cinta. Konon, jika ada orang yang memiliki keinginan tentang cinta, orang tersebut tinggal melemparkan koin kedalam air mancur dan berdoa agar harapannya terkabulkan. Namun siapa sangka, berbekal keisengannya itu, Beth malah mendapatkan kejadian aneh ketika kembali ke New York. Tiba-tiba saja ada lima orang pria sekaligus yang mengejar dan mengatakan cinta padanya, termasuk Nick. Ternyata koin-koin yang diambilnya di Roma itu lah yang telah membawa mereka pada Beth. Lalu Beth harus berusaha sekuat tenaga agar dapat menghilangkan pengaruh mantra itu, meskipun ia pun mulai sadar kalau dirinya ternyata sungguh-sungguh jatuh cinta pada Nick.

Memboyong unsur slapstick comedy kedalam filmnya, When in Rome menurut saya telah gagal dalam eksekusi keseluruhan. Unsur komedi dalam film ini tidak lucu, terlebih seperti yang telah saya tulis di awal, tidak orisinil. Akting para pemain pun tidak terlalu menarik perhatian, Kristen Bell tampil seperti biasa, selalu dengan peran yang ringan-ringan saja seperti di Forgetting Sarah Marshall (film ini masih jauh lebih baik daripada When in Rome). Saya berharap sekali kalau aktris cantik dan berbakat seperti Kristen Bell mau mulai mengambil peran-peran yang lebih memorable dan menantang. Josh Duhamel pun tampil setali tiga uang alias biasa-biasa saja. Deretan para pemainnya yang lumayan 'punya nama' juga tidak bisa menambah poin film ini di mata saya. Padahal banyak pemain yang lumayan terkenal seperti Danny DeVito, Jon Heder, Dax Shepard, Anjelica Huston dan yang lainnya. Ahh..biar bagaimanapun kita memang tidak bisa berharap banyak dari genre ini, untuk sekedar hiburan silahkan saja tonton When in Rome. Namun saran saya, anda lebih baik menonton di DVD! :)





CUTIE CHARACTERS FROM TOY STORY 3 ♥








April 6, 2010

REVIEW: CLASH OF THE TITANS





































"Between gods and men, the clash begins."

Setelah libur panjang kemarin akhirnya saya berkesempatan menonton Clash of the Titans di bioskop. Saya menonton versi 2D karena banyak yang menyarankan untuk tidak menonton versi 3D. Sebetulnya saya tidak terlalu tertarik dengan film ini, entah kenapa saya merasa kalau filmnya tidak akan istimewa. Tetapi saya yakin untuk tetap menonton di bioskop dengan alasan ingin melihat akting Sam Worthington sebagai Perseus. Hehe.. Ternyata benar, filmnya biasa-biasa saja. Bahkan hasilnya masih dibawah ekspektasi saya. Menonton film ini sehabis Percy Jackson sepertinya membuat Clash of the Titans terasa 'hambar'. Clash of the Titans sendiri merupakan remake dari film klasik berjudul sama tahun 1981. Banyak yang berkata kalau versi klasiknya sangat menarik untuk ditonton, meskipun saya sendiri belum nonton. Jarak tayang yang dekat dengan Percy Jackson menurut saya menjadi salah satu faktor yang merugikan Clash of the Titans. Mengangkat cerita tentang mitologi Yunani yang kurang lebih sama, yaitu tentang demigod atau manusia setengah dewa. Percy Jackson hadir dengan sentuhan modern dan hiburan ala 'popcorn movie' yang berhasil disukai banyak orang. Lain halnya dengan Clash of the Titans yang seperti kebingungan ingin ke arah mana, terkadang seperti film serius, namun tiba-tiba muncul dialog dan adegan picisan yang terkesan 'popcorn' sekali.

Clash of the Titans bercerita tentang Perseus (Sam Worthington) yang ditemukan sewaktu masih bayi oleh seorang nelayan. Ia lalu dibesarkan oleh nelayan tersebut di kota Argos, salah satu kota di Yunani. Perseus ternyata adalah demigod atau manusia setengah dewa. Ayahnya adalah dewa terkuat, Zeus (Liam Neeson), yang konon merupakan dewa yang menciptakan manusia. Saudara Zeus, Hades (Ralph Fiennes) membunuh keluarga Perseus yang sudah membesarkannya dari kecil, ia lalu bertekad untuk membunuh Hades guna membalaskan dendamnya. Namun nasip berkata lain, Perseus ternyata telah ditakdirkan untuk menyelamatkan kota Argos dan putri Andromeda (Alexa Davalos) dari ancaman Hades dan binatang pembunuh buatannya, Kraken. Perseus akhirnya dibantu oleh Io (Gemma Arterton) yang ternyata bertugas untuk mengawasi Perseus sejak dulu. Dengan dibantu Io dan beberapa prajurit asal Argos lainnya, Perseus akhirnya berjuang untuk membunuh Hades dan Kraken. Apa Perseus dan kawan-kawan berhasil? Silahkan tonton sendiri yaa..

Pasti sudah pada tahu jawabannya khan? Too predictable. Saya rasa sang sutradara lebih mementingkan adegan action dalam film ini, sehingga segi cerita dan dialog terkesan tidak diperdulikan. Dialog film ini payah, begitu juga dengan plot cerita. Belum lagi kostum Zeus yang menurut saya terlalu mengkilat, saya jadi teringat dengan Edward Cullen ketika berada di matahari, badannya jadi berkelap-kelip, persis seperti baju Zeus disini. Cheesy sekali. Lalu entah kenapa saya juga merasa Sam Worthington kurang cocok berperan sebagai Perseus, saya tidak bisa menjelaskan soal ini, saya hanya merasa kurang sreg. Saya tidak bilang bahwa Sam Worthington bukan seorang aktor yang baik, malah menurut saya ia adalah salah satu dari sekian banyak aktor Hollywood yang berbakat. Saya suka Sam, hanya saja perannya disini kurang cocok. Satu-satunya hal yang menarik untuk ditonton dari film ini hanyalah karakter Io yang diperankan oleh Gemma Arterton. Io diceritakan terkena kutukan tidak bisa tua, sehingga sepanjang hidupnya ia akan cantik terus. Peran ini cocok sekali dimainkan oleh Gemma yang memang terlihat sangat amat cantik di film ini, sangat dengan di film sebelumnya, Quantum of Solace. Clash of the Titans sebetulnya secara keseluruhan tidak terlalu buruk, masuk ke kategori biasa-biasa saja. Masih layak tonton, akan tetapi anda cukup menonton film ini dalam versi 2D saja, simpan uang anda untuk menonton film 3D yang lainnya. Karena film ini sendiri memang tidak disyuting dalam bentuk 3D, setelah proyek film ini selesai, 3D baru dikonversi kedalamnya. Hal ini dikarenakan melihat kesuksesan Avatar 3D yang menggiurkan, Hollywood pastinya ingin memperoleh laba lebih banyak. Tidak heran kalau semua sedang berlomba-lomba membuat film 3D, bahkan Bollywood pun sebentar lagi akan merilis film 3D. Wahhh..kita jadi harus menyiapkan budget lebih untuk nonton di bioskop nih.. Hoho..